Celoteh
Si Tukang Ngarang
Utara, selatan dan daun, matahari, aini, lukisan mega,
sungai adalah sebuah tanda atau simbol yang tidak pernah saya pikirkan untuk
selalu masuk ke dalam rangkaian kalimat dari setiap prosa yang saya ketik. Ketika
mawar-mawar berkembang dan saat embun masih, di saat itulah aku terbangun dari
mimpi-mimpi kemudian bergegas mencuci wajah kemudian menuliskan sebuah cerita. Cerita-ceritanya
pun hanya berlandaskan apa yang tercipta, yang mana itu berarti semua yang
kutulis ialah murni hasil pengalaman di panggung sandiwara nan megah ini.
Sebagai pengarang aku bangga atas diterbitkannya dua
karyaku. Karya pertama berjudul prosa dan yang kedua judulnya Montana. Dari kedua
itu saya cukup puas dengan hasil analisa dan pengembangan sesuatu yang tumbuh
secara tanpa terkontrol di dalam diriku.Aku menikmati tiap getaran-getaran dan
karena kenikmatan itulah energi selalu tumbuh dari hari ke hari. Bahkan dalam
perburuanku di tiap lompatan imaji dan kata-kata selalu timbul pertanyaan. Pertanyaan
itu adalah tentang sebuah dimensi yang selalu menjadi sumber-sumber dari inti
pembahasannku. Hingga saat ini pertanyaan itu tak memiliki jawaban dan aku
semakin merasa sebagaimana orang yang bodoh dan kian merasa tak mengerti dan
tak mengerti.
Dimensi-dimensi ini kadang mengganggu kehidupanku. Di depan
cermin kadang aku sering berbicara sendiri dan bertanya-tanya pada diri
sendiri. Kutanyakan pada diriku sendiri bahwa sebenarnya ini dimensi apa dan
datang darimana tetapi diriku hanya berkata, “sebuah dimensi baru akan datang
dan selalu datang pada dirimu.” akhirnya yang kulakukan ya mengarang dan
mengarang. Sepertinya apa yang kutulis adalah sebuah simbol bahwa karangan
kadang memiliki magisnya sendiri. Jari-jari ini kadang bagaikan telah menghapal
tiap huruf dari laptopku. Seperti mengarang dengan sendirinya, di kala bulan
gontai berenang. Tapi apakah yang kutulis memiliki konsep karena banyak yang
mempertanyakan kejernihan logika dari karangan yang dikarang menggunakan tenaga
dalam. Jelaslah bahwa apa yang kukarang sejatinya memiliki konsep. Setiap pengarang
kuyakini pasti memiliki konsepnya tersendiri karena apa yang telah dibaca oleh
diriku tentu tidak semua sama dengan yang dibaca oleh si artuiki.
Setiap pengarang dipengaruhi oleh banyak konsep maka dari
itu dari buka a sampai ke z pasti memiliki perbedaan yang mencolok. Bagaikan roti
dicampur coklat dan duren.. ya seperti itulah kira-kira di antara buku
pengarang. Tapi pengarang pasti memiliki keterpengaruhan dan keterpengaruhan
adalah suatu unsur yang terjadi di dalam pembentukan dimensi. Entahlah apakah
setiap pengarang memiliki dimensi yang sama sepertiku. Yaitu dimensi melihat
alam lain atau melihat panorama sebagaimana di dalam film-film yang murni ke
semua latar belakangnya ialah hayalan kuno atau karya seni klasik.
Muhammad Alfariezie
Komentar
Posting Komentar