Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 26, 2020

Puisi Muhammad Alfariezie

Gagal Setiap malam di sebuah pasar agak kumuh ada perempuan yang sedang merindukan kekasihnya. Ia senantiasa melukis wajah lelaki. Tampan sekali bagaikan raja-raja persia dan italia. Di sisi kiri tepat di bawah gambar, ia tulis—kekasihku yang jahat. Mungkin orang yang paling ia sayang itu telah mencuri rahasianya. Tapi aku heran kenapa harus di sini melukisnya. Tempat ini merupakan perkumpulan pekat ketiak dan wajah lebam. Barangkali seseorang yang terlanjur mencintai selalu berusaha menghasilkan sesuatu yang bernilai. Misalnya perhatian orang ramai atau ucapan selamat malam dari gigil dan aroma karat besi pembatas jalan. 2020

Puisi Muhammad Alfariezie

Panggilan Kalbu Manusia  bekerja meski siang terik dan walaupun hujan.  Memang harus begitu.  Lagipula itu menyenangkan. Bahkan meski harus berjalan jauh dan sendiri. Bekerja merupakan perintah. Sulaiman pernah mendapat peringatan. Ia pernah hanya memandangi kuda paling indah, namun terlalu asyik peliharaannya pun mati. Ia pun kembali sebagaimana nabi. Kau tak boleh banyak menepi. Apalagi perjalanan sunyi masih milyaran mil.  Kawan-kawan dan  udara  pun selalu memberi arti maka air musti kau cari. 2020

Puisi Muhammad Alfariezie

Semakin Sunyi Padahal Jokowi dari keluarga pedagang dan PDIP jargonnya partai wong cilik. Ah embel-embel kekuasaan, doktrin jarahan. Komisioner kpu diintai kpk, sekretariat tak boleh diperiksa. Kasus-kasus berdesas-desus. Mulai setyo novanto hidup enak keluar masuk penjara, sampai novel baswedan tak pernah sudah. Amin rais mungkin menikmati mimpi, sementara prabowo melongok tak tak malu di antara darah dan nanah Barangkali matinya jenderal ialah  kuburan tentara nasional. Hilangnya pimpinan mungkin kemalangan zaman sekarang. Perihnya kemerdekaan bisa juga borok yang kian menjalar. Koreng dimana-mana. Sejak dulu kita sudah berkoreng. Perang saudara sejak awal kemerdekaan. Politik kanker sejak zaman transisi. Dulu sekali, kerajaan kita pun tidak benar-benar tangguh. Mungkin sampai gunung dan pulau telah habis baru pemerintah dan politikus serta pengusaha memahami bahwa nasi berharga sekali. Lebih lagi semoga mereka bisa memahami rakyat yang tak ingin mati karena selalu dikorup