BAB
II
02-11-2017
Sayang…
kepergianku ke Iran besok untuk membahas beberapa rencana bagaimana Iran mampu
bangkit dari keterpurukan ekonomi atas penalti yang diberi PBB. Menurutku,
negeri kita pasti akan mendapatkan penalti juga karena dalam jangka panjang
insinyur-insinyur kita akan mengembangkan senjata kimia.
Langkah
ini harus aku tempuh guna menyelamatkan pemuda-pemuda lemah kita saat ini. Sesungguhnya
aku membenci kelemahan, sayang. Aku melihat mereka seperti kura-kura dalam
akuarium.
Aku
ingin kau tetap di istana agar semua berjalan lancar karena ini pertemuan
rahasia, jika engkau ikut maka napasku akan terendus negeri-negeri tetangga dan
kita akan cepat terkena penalti.
Aku
telah memprediksi bahwa kita akan mendapat penalti tapi jika kita mendapatkannya
terlalu cepat maka revolusi ini pun berakhir mengecewakan. Kau tahu, aku memang
membenci hal seperti ini tapi ini harus kulakukan guna mendapat sebuah jawaban
atas kelangsungan hidup yang aku analisis jauh sebelum kita menjadi panutan.
“Kau sudah melakukan yang terbaik. Kau
melakukan ini guna bumi pertiwi kita mendapat tempat di dunia. Kau ingin
pemuda-pemuda kita beresxpresi seperti pahlawan-pahlawan yang dulu memberontak
terhadap kolonialisme.
Aku selalu mendukungku, sayang. Kau
jangan khawatir, selama kau pergi aku akan tetap di istana. Selama kau sendiri
di sana kau jangan terlalu malam untuk tidur dan berpikir, aku tak mau kau
pulang nanti justru harus di rawat karena kelelahan”.
Tenang
saja, aku berpikir untuk revolusi untuk anak cucu pertiwi. Kau tidak usah cemas
karena di Iran banyak pelayan yang pasti
akan melayani aku karena aku Kanselir negeri ini. Pasti mereka menghormatiku
seperti negeri ini menghormati revolusi.
Iran
adalah negeri yang menghargai Revolusi dan aku ke sana untuk sebuah nama yaitu
Revolusi. Jika mereka tidak menghargai aku maka revolusi mereka aku anggap
gagal. Mereka tidak lebih hanyalah pengikut Hitler yang mengatasnamakan
Revolusi demi ambisi pribadi.
Kau
harus ingat, sayang. Ini bukan revolusi pribadiku. Ini revolusi negara. Aku sudah
katakan pada Perdana Menteri bahwa ini bukan kepentingan pemerintah tapi ini
kepentingan semua maka aku ingin semua lapisan masyrakat ikut serta.
Aku
juga inginkan kau sebagai ibu dari revolusi agar memimpin kaum perempuan guna
memperkuat pertahan dan keadilan kaum perempuan karena kekuatan dari sebuah
negara terletak pada yang melahirkan itu negara yaitu ibu.
Kau
perempuanku. Aku memilihmu karena kau bukan hanya liar dan manja tapi kau seri,
seluruh cahaya mataku ada di hatimu. Kau juga harus tahu bahwa kita akan
mendapat kesulitan untuk merevolusi sebuah bangsa yang aku anggap telah mati
sejak terjadinya kudeta.
Sejak
itu negeri ini tidak lagi memberikan konsepsi-konsepsi terhadap dunia. Tidak ada
lagi gerakan-gerakan nyata yang dapat dipandang mereka. Akibatnya negeri ini
menjadi tumbal ekonomi dunia.
Lihatlah…
kita telah menjadi pasar. Orang-orang kita menjadi pembeli tapi mereka tidak
mengetahui apa yang mereka beli. Mereka hanya mengetahui barang itu bagus dan
mewah dan harganya selangit, pastilah barang-barang itu memiliki gengsi tinggi
untuk dimiliki.
Andai
saja mereka tahu bahwa mereka telah menjadi budak ekonomi dunia. Apakah mereka
akan merasa malu?
Pastikan
padaku, kekasih. Kau akan menemaniku hingga revolusi ini berakhir karena aku
bukan hanya butuh pendamping tapi kau tahu sendiri penyakitku yang tidak
seorang pun tahu kecuali kamu.
Bagaimana
jika aku mati? Pasti mereka akan mudah membawa negeri ini kembali ke tangan PBB
yang tidak pernah berpihak dengan kita. Sudash 100 tahun negeri ini merdeka
tapi aku melihat sampah di mana-mana. Tentu yang kumaksud bukanlah sampah
pelastik di sungai tapi ini sampah moral dan aqidah.
Mereka
terus menjerumusi kita ke dalam kemerosotan agama, apalagi tahun-tahun
belakangan seluruh elemen agama dikendalikan pemerintah. Tentu hal ini adalah
yang menjadi ganjalan mengapa kita belum merdeka di tanah yang merdeka ini.
Iran
adalah negeri yang kuat dan mandiri kekasih, mereka memang keturunan Persia yang
sejarah orang-orang di sana adalah penyembah api. Tapi apa salahnya kita
belajar dengan mereka tentang bagaimana mereka melawan hukuman ekonomi yang
dilancarkan PBB karena senjata kimia mereka.
Dan,
lihatlah iran kekasih. Meski mereka mendapat sangsi ekonomi tapi mereka tetap
maju dan orang-orang mereka hampir tidak ada yang miskin. Tentu ini yang
membuat pikiranku akan terus melanjutkan kerjasama dengan mereka dan memutus
kerjasama dengan negara barat.
Aku
tidak takut akan sangsi yang akan mereka berikan pada kita. Toh selama ini kita
bekerjasama denga barat yang kita hasilkan hanyalah bayi-bayi yang kelaparan. Bahkan
para petani beberapa tahun terakhir mengalami hilang lahan.
Negeri
ini harus maju walaupun memang butuh sekali asupan ekonomi dari negara-negara
barat tapi bukan berarti mereka semaunya terhadap kita. Kita ini merdeka berhak
menentukan perang ke mana saja.
Aku
telah perintahkan kepada Perdana Menteri selama aku di Iran agar ia selalu
menganalis perkembangan media sosial sebab selain ekonomi kita juga telah
dijajah dari segi teknologi. Aku mau kau juga ikut serta dalam analisis ini
sebab aku tidak bisa hanya percaya kepada satu orang saja.
Aku
memang percaya terhadap Perdana Menteri tapi pekerjaan dia banyak jika ini hanya
dibebankan olehnya maka aku khawatir akan terjadi kesalahan dan aku tidak
memiliki back up untuk mengantisipasi kesalahan itu.
“Sudah malam, kau harus minum obat
dan segera tidur. Keberangkatanmu jam 9 pagi”.
Komentar
Posting Komentar