BAB
VI
08-12-2017
Kanselir
, kau lihat keagungan arsitektur dari Cavalieri R. Nolli? Ya.. benar masjid Agung Sultan Omar Ali
Saifuddin memang megah tapi apa kau tahu bahwa sang sultan di bantu oleh juru
gambar dari pekerjaan umum untuk merancang sendiri rancangan awal masjid itu.
Kau harus tahu juga bahwa rancangan
masjid ini sangat dipengaruhi gaya arsietktural dinasti Mughal. Masjid ini
memang megah tapi hampir semua material pembangunannya didapat dari luar
negeri. Lalu di mana letak keindahannya lagi jika semua material di ambil dari
luar negeri? Bahkan arsitekturnya meniru-niru.
Catatlah pemikiranku kali ini bahwa
aku ingin memulai pembangunan pada tanggal 10 november, aku ingin kau membangun
negeri ini dengan tema Neo Klasik seperti Fuhrer membangun Jerman. Setiap
jalan-jalan kota harus kita bangun patung-patung kuno peninggalan kerajaan kita
sebab aku melihat di setiap kota-kota
hanya ada patung dari budaya negara-negara bagian kita dan bangunan patung
tersebut sama sekali tidak terlihat indah.
Kitai ini dahulu kala penuh dengan
kerajaan yang menggugah semangat nasionalisme, mengapa kita mengabaikannya,
Perdana Menteri. Aku ingin kau membangun negara ini dengan arsitektural
kerajaan-kerajaan kita dahulu bukan meniru gaya-gaya Eropa ataupun Arab.
Jika kau menjadi rakyat Brunei apa
kau sanggup mendapat cemooh dari bangsa-bangsa lain karena bangunannya yang
menir-niru? Ketahuilah, Perdana Menteri bahwa itu suatu hinaan bagi bangsa. Maka
aku tidak ingin pembangun negara ini meniru gaya arsitektural bangsa lain.
Perdana Menteri, luas daratan kita
1.922.570 km2 dan luas perairan kita 3.257.483 serta di bagi menjadi 34 negara
bagian, di mana semua negara bagian tersebut memiliki adat dan budaya yang
khas, lalu apa kata mereka jika kita harus meniru arsitektur mereka? Kita akan
semakin dihina dimata dunia, Pernada Menteri. Cukuplah hinaan itu bersarang
pada pendahulu-pendahulu kita.
Mengenai
pahammu, Kanselir. Aku menginginkan sebuah istana kepemerintahan dibangun sabagai
simbol sistem negara kita yang baru berkembang ini. Sumatera adalah masa depan
kita maka aku ingin membangun Istana dengan arsitektur Rumah adat Sulawesi Selatan
di daerah Sumatera yang nanti akan kita sebut dengan sebutan “Ibu Kota Kanselir”.
Di sinilah semua pembaharuan mengenai negara ini tumbuh.
Aku
merasa jawa telah sesak dengan bangunan industri. Aku sudah tidak lagi memiliki
daya tarik untuk berdiam diri di Jawa.
Kau sudah melakukan negososiasi
dengan ahli geografi mengenai rencanamu ini? Sudah, Kanselir.
Ibu Kota tetap di Jakarta sedang Sumatera hanya sebagai ibu kota cadangan di
mana di sana hanya kantor Perdana Menteri dan induk Kantor-Kantor Departemen.
Sedang pusat kegiatan ekonomi dan bisnis tetap berlangsung di tempat yang lama.
Itu akan menyulitkan proses input
dan output sehinggah hasil yang didapat tidak akan sempurna.
Ingat
Kanselir, negara kita memiliki pemuda-pemuda pintar di bidang Ilmu Teknologi
dan urusan seperti ini akan berjalan mudah. Tapi tentu untuk melancarkan
Stategiku ini kita harus memiliki satelit sendiri agar tidak bergantung pada
Indosat dan Telkom karena ini akan berdampak negative bagi data-data rahasia
negara.
Aku
sedang berusaha meluruskan negosiasi dengan rektor-rektor dibeberapa
Universitas Ternama kita untuk menjalin kerja sama membangun sebuah satelit
baru yang diperuntukkan jalannya pemerintahan. Yaitu untuk menyanggah aliran
data negara ini dalam bidang apapun yang akan menghubungkan dari kantor pusat
yang akan aku bangun di Sumatera nanti dengan kantor sesepuh di jawa.
Kau sudah memikirkan berapa biaya
dalam pembangunan itu?
Aku
sudah mendiskusikan hal ini dengan Menteri Riset dan Teknologi Seri Ezra dan
Kepala Bappenas Hari Anggono. Ezra melakukan penelitian selama setahun bahwa
pembangunan dua satelit sekaligus merogoh kocek sebesar 5-7 triliun sedangkan Hari
mengumumkan padaku bahwa dana pembanguan sebuah ibukota baru memerlukan waktu
sepuluh tahun dan biaya pertahunnya 10 Triliun, tetapi yang kita bangun di
Sumatera bukanlah sebuah Ibu kota melainkan hanya perpindahan kantor
Pemerintahan yang hanya meliputi kantor Perdana Menteri dan Kabinet. Jadi
kisaran dana mencapai 65 Triliun.
Kau terlalu bersemangat membangun
sebuah negara tapi kau lupa akan hutang negara yang bisa saja menjadi bom waktu
dalam pembangunanmu.Sebelum aku menjadi Kanselir aku telah membahas mengenai
Tambang Mineral kita dengan Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral
Indonesia Jhon Effendi. Beliau mengatakan bahwa hutang negara kita 5.048
Triliun dan jika memutus kontrak dengan perusahaan asing dan mengelola sendiri
tambang-tambang itu kita mendapatkan keuntungan bersih pertahun 50 triliun.
Apa kau ingin membuat kita seperti
Athena? Kau jangan berpikir gila, Perdana Menteri. Kita membangun kota-kota
yang telah ada saja dengan arsitektur yang baru, jangan kau justru membangun
sebuah Ibu kota cadangan yang akan menambah hutang negara makin menumpuk karena
aku tidak mau kau berhutang lagi. Sudah cukup pemegang kendali pemerintahan
terdahulu membawa negeri ini ke dalam jurang, kau jangan.
Mengenai satelit, aku setuju tapi
itu pembangunan harus bertahap minimal satu dulu kita bangun baru membangun
lagi karena kau tahu sendiri kondisi kas kita yang dihuni banyak hutang.
Iangatlah, suatu negara besar itu
bukan wilayah yang dibangun dengan bangunan-bangunan megah tapi wilayah
tersebut di bangun oleh mereka-mereka yang memiliki pandangan seperti pisau
yang setiap terbangun di pagi hari langsung membuka jendela dan memberi hormat
pada matahari. Bukan… kemegahan suatu bangsa bukan dilihat dari mereka-mereka
yang hormat pada gedung-gedung pencakar langit nan asing tapi ketika berjalan
mencari makan-kepalanya tertunduk oleh matahari.
Seperti yang tadi aku katakan,
sebaiknya pembangunan ini sederhana saja. Kita bangun Infrastruktur yang menghubungkan
seluruh Negeri ini hingga perekonomian sejalan dengan pikiranmu dan tentu setiap
kota harus dibangun dengan arsitektur Neo Klasik peninggalan kerajaan-kerajaan
kita, tentu hal ini akan mempercantik
kota dan lebih menghemat anggaran dari pada harus memabangun sebuah kota baru
yang mungkin malah menimbulkan kemacetan peredaran darah di tengah perjalanan.
Masjid
Sultan Omar Saifuddin telah memberi banyak pemahaman baru terhadap pemikiranku
dan kau penasihatku yang baik. Kanselir, kita telah melewati waktu yang kita
sepakati dengan Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah, tanpa kita
sadari sudah 5 jam kita memandang dan berbincang di depan masjid agung Sultan
Omar Saifuddin. Aku rasa Sultan telah khawatir mengenai kita, dan kasihan orang-orang
utusan Sultan yang sedari tadi mengawasi lingkungan untuk menjaga kita.
Baiklah perutku juga lapar, mungkin
Istana Nurul Iman telah menghidangkan menu kesukaanku malam ini.
Dan, Perdana Menteri. Besok aku
tetap di sini karena ada beberapa hal yang ingin kubicarakan pada Haji Hasanal.
Kau segera pulang, jangan terlalu lama kau membiarkan Pemertintahan tanpa
pengawasanmu sendiri. Sebab, ketahuilan mata-mata pengintai telah mengawasi
kita sejak lahir.
Segala
hormatku pada tuhan kupersembah melaluimu Kanselir, esok, pagi-pagi aku akan
pulang dan mempertimbangkan kembali orolan kita hari ini.
Komentar
Posting Komentar