BAB
IV
05-12-2017
Sayang, pengembaraan ini masih
berlangsung di atas ketinggian. Aku memasuki awan. Awan dingin yang menembus
pesawat. Saat ini aku tengah melintas bersama elang. Aku melihat elang-elang
itu begitu perkasa tidak takut akan ketinggian. Aku tidak tahu mereka akan
mendarat di mana karena dari kursiku aku tidak mampu melihat samudera.
Kemarin, pertemuanku dengan Iran mencapai
kata sepakat. Sesungguhnya aku tidak pernah bimbang akan pemikiranku. Aku telah
melepas semua hasratku kemarin. Aku mengharap sesuatu darimu untuk revolusi.
kau pasti mengetehui bagaimana menjadi aku. Menjadi kucing kecil yang kedinginan
karena bulan hujan.
aku yang bersandar di meja beralas
beludru. Kuperhatikan semua mata yang memandangku. Setiap pandangan aku anggap
itu salam dari nurani yang mencintai umat manusia karena aku yakin tidak ada
keraguan atas cita-cita bangsa yang pasti akan menyejahterakan bangsanya. Apa kau
ingin melihat kesejahteraan? Aku yakin kita sejahtera tapi tidak dengan
tangan-tangan karbit, sayang.
Kemarin aku berbincang dengan mereka,
orang-orang yang lahir dari rahim penyembah api. Aku menceritakan tentang
bagaimana negara ini tumbuh hingga mereka gelengkan kepala dan mengucap subhannallah,
ketika aku masih bercerita mereka senyum dan kaki mereka bergetar. Kau tahu?
Itu rasa yang paling menggembirakan padaku karena aku mendengar kepak elang dan
melihat terbangnya yang tinggi, seperti aku sedang mengudara ingin lekas
menjemputmu dan membaringkanmu di peraduan.
Kita berselimut dan beralas sutra. Kau
menatapku lalu aku bangkit dari lelah. Aku beranjak di cermin dan membusungkan
dada. Dan kau hampiriku lalu membisikkan sebuah asma yang tidak aku mengerti. Kau
memeluk punggungku, mengucap kata merdeka.
Saat aku kemarin di kamar bangsa
Arya yang dari Asia Barat Daya, dadaku berkobar mengeluarkan keringat
dan berdegub revolusi. suarkau nyaring tanganku lugas menandatangi kesepakatan
atas kerjasama bilateral. Mereka bersedia membantu kita untuk maju di bidang
artileri, ekonomi, dan insfrastruktur. Aku melakukan semua itu atas dasar
pemahamananku tentang pertahanan nasional dan pendidikan ekonomi dalam
berbangsa dan bertanah air.
Sebelum aku mempertimbangkan hal
ini aku lebih dulu bercerita pada dini, setiap hari. Dini memberiku angin yang
gugurkan daun. Saat itu sedang rinai. Aku masuk kamar menyalakan radio,
kemudian lonceng berdenting. Aku keluar lagi dan menemukan kucing bermain
dengan temannya. Aku melihat seperti aku merasa awan maghrib.
Aku meyakini bangsa Arya itu
seperti India yang pertama kali mengakui kemerdekaan kita. India juga mampu
lepas dari koloninya Inggris maka aku percaya sebuah revolusi yang
dilakukan Iran bukanlah sebuah kegagalan revolusi. aku tahu ini mengenai
sejumlah banyak kepala rumah tangga maka aku inginkan pemuda yang mampu
berjalan di bawah matahari dan meletakkan kedua kakinya pada tanah berapi.
Mengapa aku menginginkan seperti itu.
Karena aku merasa penjara sama halnya kita merenung pada malam yang dihampiri
badai.
Sayang… saat ini aku bercermin pada
handpone yang kumatikan. Di mataku wajahmu mengatakan sesuatu. Kamu
mengatakannya di ranjang beralas rajutan jemarimu. Ah, kau hilangkan raguku
yang sedang duduk berselimut awan.
Sedang, saat ini adalah waktu
terbaikku untuk pulang dan mengatakan ke mereka bahwa perjalanan panjang baru
saja dimulai. Berpegang eratlah pada pohon-pohon dan ranting di halaman rumah
kalian. Tubuh ini akan merasa kemarahan Semeru. Mengguncang, sampai kita harus
membelah lautan yang menyawtukan kita pada bangsa-bangsa absolutely power. Gempa dahsyat akan menggulung bentangan air
itu.
Semua kendali ada di tangan kita. Anak cucu
pertiwi harus merasa padi yang di tanamnya sendiri agar jika mereka menjual
padi rendahan mereka sama akan mendapat penyakit juga seperti yang membeli
padanya.
Nelayan harus menjual ikan segar dan
berkualitas agar ia tidak memakan sampah ikan yang sebelumnya dipasarkannya. Tentu
aku tahu cara mengatasi krisis yang akan dialami kita akan alih strategi itu.
Esok jika suda mendarat dari perutmu aku akan melakukan rapat dengan Perdana
Menteri.
Biodata
:
Muhammad
Alfariezie, lahir di Bandar Lampung, 19 November 1994, Mahasiswa Sistem
Informasi Universitas Teknokrat Indonesia. Saat ini aktif di UKM Teater Sastra
TERAS. Selain itu ia juga ikut berproses di Lamban Sastra Isbedy Stiawan ZS.
Karya
puisinya telah di muat media massa Lampung Post
No
Hp : 0895 6400 27 698
No.Rekening : (BRI) 028501039560502 atas nama “firdaus”
Alamat : Jalan Palem Raya No 23 Kemiling,
Bandarlampung
Instagram : Muhammad_Alfariezie
Facebook : Alfa Riezie
Blog : Www.ceritangawuraddress.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar